Mabes Polri mengonfirmasi bahwa terdapat sekitar 300 anggota aktif yang menduduki posisi manajerial di luar struktur Korps Bhayangkara. Hal ini menunjukkan adanya peran penting anggota Polri dalam berbagai kementerian dan lembaga yang memerlukan dukungan personel untuk menjalankan tugas mereka.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, menjelaskan bahwa anggota-anggota ini tidak hanya bertugas dalam posisi strategis, tetapi juga dalam berbagai fungsi pendukung lainnya di institusi pemerintah. Penugasan semacam ini menjadi langkah untuk meningkatkan kolaborasi antara kepolisian dan instansi lain dalam melayani masyarakat.
Terdapat pula 3.800 anggota yang ditugaskan dalam kapasitas sebagai staf, ajudan, maupun pengawal, yang menjadikan kehadiran Polri di berbagai sektor sangat relevan. Penempatan ini biasanya berdasarkan permintaan langsung dari kementerian atau lembaga terkait, menunjukkan betapa pentingnya kebutuhan akan kehadiran anggota Polri dalam struktur pemerintahan ini.
Penjelasan Mengenai Penugasan Anggota Polri di Luar Struktur
Sandi Nugroho menekankan bahwa pengiriman anggota Polri ke luar struktur adalah berdasarkan permintaan resmi dari kementerian atau lembaga. Selain itu, terdapat prosedur yang harus diikuti untuk memastikan bahwa penugasan ini sesuai dengan regulasi yang berlaku dalam hukum. Bagi anggota dengan pangkat bintang dua ke atas, usulan penugasan harus disampaikan kepada Presiden terlebih dahulu.
Setelah menerima permintaan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Asisten Sumber Daya Manusia (AS SDM) untuk melakukan asesmen terhadap pejabat yang relevan. Prosedur ini dimaksudkan untuk menjalankan penugasan secara profesional dan transparan, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam penugasan tersebut.
Anggota Polri dengan pangkat di bawah bintang dua cukup diusulkan kepada pejabat setingkat menteri untuk mendapatkan persetujuan. Penegasan ini menjadi penting agar seluruh proses penugasan berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, menghindari potensi konflik kepentingan atau masalah hukum di kemudian hari.
Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Jabatan Sipil
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mencetuskan pernyataan bahwa anggota Polri yang ingin menduduki jabatan sipil diwajibkan untuk mengundurkan diri atau pensiun dari jabatannya. Keputusan ini menjadi sorotan mengingat pentingnya pemisahan antara tugas kepolisian dengan posisi sipil yang ada di pemerintahan. MK telah mengabulkan permohonan yang diajukan oleh beberapa pihak untuk menguji konstitusionalitas norma yang ada dalam UU Kepolisian.
Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa pengunduran diri atau pensiun merupakan syarat mutlak bagi anggota Polri yang ingin beralih ke posisi di luar kepolisian. Hal ini menunjukkan komitmen MK untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam struktur pemerintahan agar tidak terjadi benturan antara tugas kepolisian dan jabatan sipil.
Penjelasan lebih lanjut tentang norma yang diulas dalam perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 menegaskan bahwa jabatan di luar kepolisian bukanlah posisi yang berhubungan dengan aktivitas kepolisian. Dengan kata lain, situasi ini mendorong anggota Polri untuk menghormati batasan antara kedua domain tersebut demi kepentingan masyarakat luas.
Implikasi Penugasan Anggota Polri di Berbagai Lembaga
Posisi strategis yang diemban oleh anggota Polri di luar institusi kepolisian tentu membawa dampak positif bagi institusi yang bersangkutan. Dengan latar belakang dan pelatihan mereka, anggota Polri dapat memberikan perspektif berharga dalam pengambilan keputusan yang menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini menjelaskan kenapa permintaan terhadap kehadiran mereka di dalam berbagai lembaga pemerintah cukup tinggi.
Namun, perlu juga diingat bahwa penugasan semacam ini harus dilakukan dengan memperhatikan etika dan batasan-batasan yang sudah diatur oleh hukum. Ketidakjelasan dalam batasan tugas dapat menimbulkan kebingungan baik di kalangan anggota maupun lembaga yang bersangkutan. Dalam hal ini, penting bagi Mabes Polri untuk menyediakan panduan dan pelatihan yang memadai agar setiap penugasan dapat dilaksanakan dengan cara yang benar dan profesional.
Kepastian dalam prosedur penugasan juga dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Masyarakat perlu yakin bahwa setiap anggota yang ditempatkan di posisi strategis telah melalui proses yang transparan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, legitimasi keberadaan mereka di dalam lembaga pemerintah tidak hanya ditinjau dari segi hukum, tetapi juga dari segi moralitas dan etika publik.




