Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, telah menjadi saksi bisu sebuah tragedi memilukan setelah gedungnya ambruk saat ratusan santri sedang melaksanakan Salat Ashar. Tim SAR yang berjuang di bawah reruntuhan beton menghadapi tantangan yang mengerikan setiap harinya.
Keberanian tim SAR ini tidak hanya terletak pada kemahiran mereka, tetapi juga pada dedikasi yang mendalam dalam menyelamatkan nyawa. Menembus celah-celah sempit dan berbahaya, mereka menguak harapan di tengah kegelapan.
Tantangan yang Dihadapi Tim SAR dalam Misi Penyelamatan
Setiap langkah yang diambil oleh tim SAR adalah upaya yang penuh risiko. Reruntuhan yang rapuh dan sempit membuat mereka harus membongkar lapisan-lapisan beton untuk mencapai korban. Menggunakan alat pemotong, mereka berusaha menembus halangan yang mengancam.
Cupes, salah satu anggota tim, mengungkapkan betapa sulitnya kondisi di dalam gedung. Reruntuhan yang membentuk pancake model menyisakan sedikit ruang untuk manuver. “Ruang sempit dan bangunan yang tak stabil membuat setiap gerakan berbahaya,” ujarnya.
Melalui celah-celah kecil, tim harus bekerja tak kenal lelah, berusaha menggali dan memberi makanan kepada para korban yang terjepit. Dengan cara sederhana, mereka menggunakan kayu panjang untuk menyodorkan makanan dan minuman.
Upaya ini tidak hanya untuk menemukan korban, tetapi juga untuk menyelamatkan mereka yang masih hidup di dalam puing-puing. “Setiap detik dihitung, setiap nyawa sangat berharga,” sambungnya.
Pengalaman Relawan dalam Operasi Penyelamatan
Rian, seorang relawan muda asal Surabaya, menggambarkan bagaimana pengalaman di lapangan sangat menegangkan. Mengandalkan suara korban yang memanggil-manggil, mereka berusaha menemukan titik lokasi. “Suara samar-samar itu menjadi petunjuk kami,” ungkapnya.
Ketika berada di dalam reruntuhan, sulitnya menembus ruang sempit menjadi tantangan tersendiri. Hanya dua orang yang bisa masuk bersamaan, sehingga kerjasama tim sangat penting. “Kami harus saling mendukung dan berkoordinasi,” lanjutnya.
Alat bantu seperti lifting bag menjadi penyelamat untuk menopang struktur agar tidak rubuh saat mereka berusaha menyelamatkan korban. “Hal-hal kecil ini sangat berarti dalam situasi kritis,” tambah Rian dengan nada penuh harapan.
Istirahat pun menjadi barang mahal dalam misi ini. Bagi tim SAR, fokus utama adalah keselamatan jiwa. Tak jarang, mereka harus menunda istirahat demi menyelamatkan orang-orang yang masih terjebak.
Kesulitan dan Pengorbanan Tim SAR
Misi penyelamatan bukanlah hal yang mudah. Tim SAR terpaksa melakukan penggalian manual selama berjam-jam karena kondisi gedung yang mendekati runtuh. Sebuah keputusan sulit harus diambil; mengandalkan kekuatan fisik sambil menilai risiko setiap langkah.
Ketika alat berat tak bisa dioperasikan karena takut menambah runtuhan, tim SAR harus bergantian untuk menjaga stamina. Istirahat adalah keharusan, meskipun hanya bisa dilakukan di atas matras seadanya.
Dalam usaha ini, keselamatan adalah prioritas. Sebelum masuk ke dalam reruntuhan, seluruh tim diingatkan untuk selalu waspada terhadap potensi runtuhan susulan. “Doa dan bantuan dari safety officer adalah kunci,” ucap Cupes.
Antara harapan dan ketakutan, mereka terus melangkah. Ada saat-saat ketika harapan tampak surut, tetapi tekad untuk menyelamatkan masih berkobar dalam hati.
Sejumlah Korban dan Proses Evakuasi
Ambruknya gedung Pondok Pesantren Al Khoziny tidak hanya menghancurkan bangunan fisik, tetapi juga mengubah kehidupan banyak orang. Dengan jumlah 118 orang berhasil dievakuasi hingga saat ini, tim SAR terus berupaya menemukan korban lainnya.
Dari jumlah tersebut, 104 santri berhasil selamat, sementara 14 ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Korban ini diingat sebagai simbol perjuangan tim SAR yang tak kenal lelah.
Proses evakuasi di tengah reruntuhan yang berbahaya menunjukkan kesigapan dan solidaritas antar tim dan relawan. Kolaborasi ini menjadi kekuatan utama dalam pertempuran melawan ketidakpastian.
Dengan terus berlanjutnya pencarian, tim SAR berharap akan ada lebih banyak nyawa yang bisa diselamatkan. “Setiap nyawa memiliki cerita, dan kita berusaha untuk membuat cerita itu berlanjut,” tutup Cupes dengan penuh harapan.




