JAKARTA — Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri telah resmi menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat yang memiliki kapasitas 2×50 Megawatt. Salah satu yang terkena imbas adalah Halim Kalla, yang merupakan adik dari mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla.
Pengumuman penetapan tersangka dilakukan pada Jumat, 3 Oktober 2025, setelah adanya gelar perkara oleh tim penyidik. Dengan ditetapkannya Halim Kalla sebagai tersangka, tiga nama lainnya juga turut disebut, yaitu Fahmi Mochtar, RR, dan HYL, yang menjabat sebagai direktur dari beberapa perusahaan terkait.
Kakortas Tipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, menjelaskan bahwa proses hukum ini berawal dari indikasi adanya pemufakatan pada tahap perencanaan proyek. Hasil penyidikan menunjukkan bahwa terdapat praktik pengaturan dalam tender yang mengakibatkan keterlambatan serius hingga proyek dinyatakan total loss oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Riwayat Pendidikannya dan Kewirausahaan Halim Kalla
Halim Kalla lahir di Sulawesi Selatan pada 1 Oktober 1957, dan merupakan adik dari Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia. Di usia yang kini memasuki tahun ke-68, Halim diketahui sebagai seorang pengusaha sukses yang memiliki perjalanan panjang dalam dunia bisnis.
Meskipun latar belakang pendidikannya tidak banyak menjadi sorotan publik, Halim diketahui menempuh pendidikan di Makassar sebelum memasuki dunia bisnis di awal tahun 1990-an. Keluarga pengusaha Bugis menempatkannya dalam posisi strategis di dunia ekonomi Sulawesi Selatan, dan dia mengambil banyak pengalaman dari lingkungan tersebut.
Salah satu inovasi yang diusung Halim adalah peluncuran Digital Cinema System (DCS) pada tahun 2006, yang merupakan teknologi baru dalam produksi dan distribusi film. Setelah itu, ia juga terlibat dalam politik sebagai anggota Komisi VII DPR RI, yang membidangi bidang penting seperti riset, energi, dan teknologi lingkungan hidup.
Di sektor otomotif, Halim mendirikan Haka Auto, yang pada April 2024 memperkenalkan diler mobil listrik BYD di kawasan Cibubur, Jakarta. Terobosan ini mencerminkan komitmennya terhadap inovasi di berbagai sektor dan menunjukkan ambisinya untuk berkontribusi dalam perubahan positif.
Sebelum kasus korupsi ini mencuat, Halim menjabat sebagai Presiden Direktur PT Bakti Resa Nusa (BRN), yang digadang-gadang terlibat langsung dalam proyek PLTU Kalimantan Barat. Posisi ini menunjukkan jalinan kuatnya, baik di dunia bisnis maupun proyek-proyek strategis pemerintah.
Penyelidikan Korupsi dan Dampaknya terhadap Proyek Energi di Indonesia
Kejadian ini memberikan gambaran yang lebih luas mengenai tantangan yang dihadapi dalam sektor energi di Indonesia. Dengan meningkatnya permintaan energi, proyek PLTU ini direncanakan sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah Kalimantan Barat. Namun, adanya dugaan korupsi menyebabkan stagnasi yang signifikan dalam perkembangan proyek ini.
Kasus korupsi semacam ini bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Banyak dari proyek-proyek besar sering terjebak dalam jaring birokrasi yang rumit dan dugaan penyimpangan. Hal ini menciptakan rasa skeptisisme di masyarakat terhadap pelaksanaan proyek infrastruktur yang seharusnya bermanfaat bagi publik.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Kortas Tipidkor, ditunjukkan bahwa korespondensi dan pengaturan tindak lanjut secara ilegal dalam proses tender telah terjadi. Proyek ini yang seharusnya berjalan baik justru mengalami keterlambatan bertahun-tahun, dengan dampak yang meluas terhadap penyediaan energi di daerah yang membutuhkan.
Penanganan kasus ini diharapkan bisa menjadi momentum bagi penegakan hukum yang lebih tegas dan transparan dalam setiap proyek pemerintah, terutama yang berkaitan dengan sektor publik. Selain itu, masyarakat mengharapkan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan, sehingga kepercayaan publik terhadap proyek-proyek pemerintah dapat pulih.
Harapan dan Tantangan ke Depan bagi Sektor Energi Indonesia
Indonesia saat ini sedang bergerak menuju transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dengan perubahan iklim yang menjadi perhatian global, tantangan bagi sektor energi semakin meningkat. Proyek PLTU yang tadinya diharapkan menjadi solusi kini terancam oleh isu-isu hukum yang muncul.
Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah tegas untuk memperbaiki situasi ini, termasuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek-proyek yang saat ini berjalan. Upaya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengelolaan proyek harus ditingkatkan agar dapat membangun kembali kepercayaan publik.
Selanjutnya, penting bagi semua pemangku kepentingan untuk terlibat dalam dialog mengenai kebijakan energi. Melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dapat menghadirkan perspektif baru dan membantu menemukan solusi yang lebih baik. Proyek energi yang baik tidak hanya akan berdampak pada penyediaan listrik, tetapi juga membawa manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat.
Akhirnya, semoga kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak agar terus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari korupsi. Dengan begitu, masa depan energi Indonesia akan berjalan lebih baik dan berkelanjutan.




