Perkembangan terbaru dari Museum Keraton Surakarta mencuat ke permukaan setelah insiden yang melibatkan pegawai Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X. Pada Sabtu, 13 Desember, mereka diminta untuk keluar secara mendadak di saat sedang menjalankan tugas rutin, yang menimbulkan tanda tanya besar di kalangan pemerhati kebudayaan.
Permintaan keluarnya pegawai BPK itu berhubungan langsung dengan upaya kubu SISKS Pakubuwana XIV Purbaya, yang berinisiatif untuk memasang CCTV dan mengganti gembok pada pintu-pintu Keraton Surakarta. Insiden ini bukan sekadar perubahan fisik, tetapi mencerminkan ketegangan yang lebih dalam di antara pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap Keraton Surakarta.
Kontroversi Pemasangan CCTV di Keraton Surakarta
Insiden ini dimulai ketika sejumlah orang tiba-tiba memasang CCTV di area museum tanpa pemberitahuan resmi. Hal ini seketika menimbulkan kekecewaan dan perdebatan di kalangan pengunjung dan pegawai yang merasa tindakan tersebut melanggar prosedur yang ada.
BRM Suryomulyo Saputro, cucu SISKS Pakubuwana XIII, yang menyaksikan kejadian tersebut, menyatakan bahwa pemasangan CCTV yang dilakukan pihak SISKS Pakubuwana XIV Purbaya adalah tindakan sepihak yang tidak dapat diterima. Situasi semakin memanas ketika dua putri dari Pakubuwana XIII hadir dan mengusir pegawai BPK dari museum.
Kondisi ini menunjukkan adanya polaritas antara pengelolaan tradisional dan modern dalam merawat warisan budaya. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk menjaga dan melestarikan sejarah, sementara di sisi lain, ada usaha untuk melihat ke masa depan dengan teknologi baru.
Tindakan Penggantian Gembok dan Implikasinya
Setelah pengusiran pegawai, tindakan berikutnya adalah penggantian gembok di pintu-pintu Keraton. Gembok-gembok lama dipotong menggunakan gerinda, dan ini menimbulkan keprihatinan dari banyak pihak. Banyak yang merasa bahwa cara tersebut dapat merusak benda-benda yang memiliki nilai sejarah tinggi.
Pihak SISKS Pakubuwana XIV Purbaya mengklaim bahwa tindakan mereka bertujuan untuk menjaga keamanan dan keselarasan kerja di dalam Keraton. Namun, penggantian gembok ini memperlihatkan pertarungan kekuasaan di dalam struktur Keraton.
Pengrusakan atau kerusakan pada benda-benda cagar budaya dapat mengakibatkan hilangnya warisan budaya yang tidak ternilai. Dalam hal ini, kekhawatiran mengenai penggunaan alat berat di bangunan bersejarah sangatlah relevan.
Pandangan dan Reaksi Masyarakat Terhadap Insiden Ini
Reaksi masyarakat terhadap insiden ini beragam. Banyak yang mengekspresikan dukungan bagi pegawai BPK yang merasa terpinggirkan, sementara ada juga yang mendukung tindakan SISKS Pakubuwana XIV Purbaya dalam kontek modernisasi. Keterbukaan untuk menerima pendapat dari berbagai pihak adalah kunci untuk menyelesaikan masalah ini.
Sejumlah sejarawan dan budayawan juga memberikan pendapat bahwa tindakan seperti ini seharusnya didiskusikan secara terbuka agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Keraton sebagai simbol budaya harus dikelola dengan bijaksana untuk menjaga integritas sejarahnya.
Kritik juga datang dari kalangan akademisi yang berpandangan bahwa tindakan intimidasi terhadap pegawai BPK merupakan langkah mundur dalam pelestarian budaya. Hal ini menciptakan ketidakadilan yang berpotensi merusak nilai-nilai kolaborasi yang selama ini dijunjung tinggi di lingkungan budaya.




