Fenomena generasi cemas di kalangan anak-anak dan remaja kini menjadi perhatian serius di seluruh dunia. Sejumlah data menunjukkan bahwa niat bunuh diri pada anak-anak berusia 10-14 tahun telah meningkat secara signifikan, menciptakan kekhawatiran yang mendalam di masyarakat.
Generasi cemas ini adalah istilah yang menggambarkan anak-anak dan remaja yang tumbuh dalam era digital, di mana banyak yang mengalami gangguan mental seperti kecemasan, depresi, dan perilaku menyakiti diri sendiri. Tren ini semakin mengkhawatirkan, dengan angka yang terus meningkat.
Dalam konteks ini, buku “The Anxious Generation” yang ditulis oleh Jonathan Haidt menjelaskan bagaimana perubahan lingkungan dan sosial berkontribusi pada epidemic kesehatan mental di kalangan generasi muda. Peningkatan angka yang ditunjukkan dalam penelitian telah menjadi alarm bagi orangtua dan pendidik.
Dampak Kesehatan Mental yang Mengkhawatirkan pada Remaja
Kenaikan niat untuk mengakhiri hidup mencapai 167% pada anak perempuan dan 91% pada anak laki-laki dalam beberapa tahun terakhir. Angka ini mencerminkan betapa seriusnya situasi kesehatan mental yang dihadapi oleh generasi ini.
Kasus depresi dan kecemasan juga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, dengan peningkatan masing-masing sebesar 134% dan 106%. Hal ini menunjukkan bahwa banyak remaja tidak mendapat dukungan yang memadai dalam menghadapi masalah yang mereka hadapi.
Self-harm juga meningkat drastis, terutama pada anak perempuan, di mana kasus yang harus dilarikan ke UGD meningkat sebesar 188%. Ini menunjukkan bahwa gejala kesehatannya tidak bisa diabaikan dan harus mendapatkan perhatian serius dari masyarakat.
Pentingnya Peran Negara dan Sekolah dalam Mengatasi Krisis
Profesor Rhenald Kasali berpendapat bahwa penanganan krisis kesehatan mental ini memerlukan langkah nyata dari pihak pemerintah, sekolah, dan orangtua. Nasihat moral saja tidak akan cukup untuk mengatasi masalah ini; kebijakan dan perubahan sistemik sangat diperlukan.
Menurut Kasali, salah satu langkah penting adalah membatasi penggunaan smartphone di kalangan siswa. Dia menyarankan agar anak-anak tidak diperbolehkan menggunakan perangkat tersebut sampai mereka mencapai jenjang SMP. Kebijakan ini dapat membantu mengurangi eksposur mereka terhadap konten yang berisiko.
Kasali juga menyoroti perlunya pembatasan akses media sosial, yang sering menjadi sumber cyberbullying dan tekanan sosial. Platform online ini membuat banyak remaja merasa tertekan dan cemas, sehingga memperburuk kondisi mental mereka.
Menciptakan Lingkungan yang Mendukung bagi Generasi Muda
Menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung adalah hal yang sangat penting untuk keberlangsungan kesehatan mental generasi muda. Hal ini mencakup menciptakan ruang di mana anak-anak merasa aman untuk berbicara dan berbagi perasaan mereka tanpa takut dihakimi.
Selain itu, orangtua dan guru perlu berkolaborasi dalam mendidik anak-anak mengenai kesehatan mental dan cara-cara untuk mengatasi stres dan kecemasan. Edukasi ini harus diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah agar anak-anak belajar sejak dini mengenai pentingnya menjaga kesehatan mental.
Dengan pendekatan yang inklusif dan mendukung, diharapkan jumlah anak-anak yang mengalami masalah kesehatan mental dapat berkurang. Ini akan membutuhkan komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat.



