Penerapan keadilan restoratif (RJ) di Indonesia menarik perhatian banyak kalangan, terutama dalam konteks hukum. Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej, menekankan bahwa RJ dapat diterapkan di berbagai tahap proses hukum, mulai dari penyelidikan hingga saat menjalani hukuman penjara.
Dalam kuliah hukum yang diadakan di Jakarta, Eddy memberikan contoh konkret mengenai penerapan RJ. Ia mengatakan bahwa jika korban sebuah tindak pidana bersedia memaafkan dan mendapat ganti rugi, RJ bisa menjadi solusi yang baik bagi semua pihak yang terlibat.
Misalnya, dalam kasus penipuan sebesar Rp1 miliar, di mana korbannya melapor kepada polisi. Eddy menjelaskan bahwa selama korban bersedia memaafkan dan menerima semua uangnya kembali, RJ bisa diterapkan pada tahap penyelidikan.
Penerapan Restorative Justice dalam Berbagai Tahap Proses Hukum
Menurut Eddy, dalam penerapan RJ, hal terpenting adalah pengembalian kerugian bagi korban. RJ bukan hanya ide yang baik, tetapi juga cara untuk memperbaiki kerugian dan memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki kesalahan. Di dalam sistem hukum, pendekatan ini dapat menciptakan penyelesaian yang lebih baik dibandingkan dengan hukuman penjara yang lebih sering ditemui.
Eddy menegaskan bahwa RJ bisa diterapkan di semua tahap, mulai dari penyelidikan hingga ketahanan di penjara. Apa yang diperlukan adalah kerjasama dari pihak pelaku dan korban untuk mengesampingkan rasa sakit hati dan berusaha menuju perdamaian.
Pentingnya persetujuan formal juga ditekankan. Semua pihak yang terlibat harus sepakat untuk menjalani proses RJ ini, sehingga hampir tidak ada ruang untuk kesalahpahaman di tengah proses hukum yang berlangsung.
Kondisi dan Syarat Penerapan Restorative Justice
Dari penjelasan Eddy, RJ juga hanya berlaku bagi pelaku yang pertama kali melakukan tindak pidana. Hal ini menjadi syarat penting agar RJ dapat diterapkan dengan efektif. Ancaman hukuman yang dihadapi pun tidak boleh melebihi lima tahun penjara untuk mencapai keadilan restoratif ini.
Lebih lanjut, jika semua syarat ini terpenuhi, maka RJ bukan hanya dapat dilakukan di tahap penyelidikan, tetapi juga di penyidikan, penuntutan, bahkan setelah adanya vonis dari pengadilan. Pendekatan yang bersifat inklusif ini berupaya memberikan kesempatan kedua bagi pelaku tindak pidana yang telah berbuat kesalahan.
Eddy juga menguraikan bahwa RJ membuka ruang bagi perbaikan hubungan antara korban dan pelaku. Dengan begitu, masyarakat bisa berperan dalam pemulihan situasi sosial akibat kejahatan yang terjadi.
Mekanisme Penerapan Restorative Justice yang Diatur oleh KUHAP Baru
Pada dasarnya, mekanisme RJ diatur dalam KUHAP terbaru yang telah disahkan. Dalam undang-undang ini, terdapat ketentuan-ketentuan tertentu mengenai jenis kejahatan yang dapat dimasukkan dalam RJ. Setidaknya ada dua cara untuk mengajukan RJ, baik dari pelaku maupun korban.
Yang pertama adalah permohonan yang diajukan oleh pelaku tindak pidana atau korban dan keluarganya. Selanjutnya, ada penawaran dari pihak penyelidik atau penuntut umum untuk membantu memfasilitasi proses ini. Dengan demikian, semua pihak memiliki kesempatan untuk terlibat dalam penyelesaian kasus dengan cara yang lebih damai.
Namun, ada batasan tertentu yang ditetapkan dalam penerapan RJ. Tindak pidana yang dikecualikan mencakup tindak pidana serius seperti terorisme, korupsi, kekerasan seksual, dan beberapa kejahatan lainnya yang dianggap membahayakan masyarakat.




