Keputusan kontroversial oleh hakim tunggal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengundang respons keras dari Tim Advokasi untuk Demokrasi. Menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Direktur Lokataru Foundation, dampak dari putusan ini menyentuh berbagai aspek kebebasan berpendapat di Indonesia.
Pada sidang yang berlangsung, Al Ayyubi Harahap, kuasa hukum Delpedro Marhaen beserta tiga tersangka lainnya, mengemukakan kekecewaannya. Dia menegaskan bahwa saat ini tidak ada lagi ruang bagi kelompok kritis untuk menyampaikan pandangannya secara terbuka.
“Keputusan ini sangat disayangkan, menunjukkan bahwa situasi semakin sulit bagi aktivis dan kelompok yang mengawasi pemerintah,” ungkap Ayyubi dengan nada kesal. Dia menganggap keputusan hakim sebagai sinyal berbahaya bagi kebebasan berpendapat di Indonesia.
Reaksi Tim Advokasi terhadap Keputusan Hakim
Setelah mendengar putusan tersebut, Al Ayyubi melanjutkan bahwa pengacara dan tim advokasi merasa seperti terjebak dalam lingkaran ketidakadilan. Menurutnya, Delpedro dan tiga orang lainnya bukan hanya sekadar tersangka, melainkan menjadi sasaran empuk dari situasi politik yang lebih luas.
“Kami percaya bahwa mereka adalah tahanan politik, digunakan untuk memperkuat narasi yang salah tentang kerusuhan yang terjadi,” tambahnya. Ayyubi merasa bahwa situasi ini menunjukkan kegagalan sistem dalam memberikan perlindungan terhadap kebebasan sipil.
Penilaian Ayyubi diikuti dengan sorotan terhadap proses penyidikan yang dinilai tidak transparan. Dia berargumen bahwa tindakan represif ini menciptakan ketakutan di kalangan aktivis lainnya yang mungkin ingin suarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah.
Aspek Hukum dalam Kasus Praperadilan
Dalam konteks hukum, keputusan hakim yang menolak praperadilan ini dianggap menyimpang dari prinsip keadilan. Ayyubi menyoroti bahwa hakim telah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan perlunya pemeriksaan saksi sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Ini menunjukkan bagaimana hukum kadang kala dapat dipakai sesuai dengan kepentingan tertentu.
Dia juga menjelaskan bahwa Delpedro tidak pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang didakwakan. Hal ini semakin memperkuat argumennya bahwa Delpedro dkk tidak seharusnya dihadapkan dengan tuduhan tanpa prosedur hukum yang sesuai.
Proses hukum ini, menurut Ayyubi, berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan. Jika hukum dapat dipercepat untuk kepentingan tertentu tanpa memperhatikan prosedur yang sah, maka akan semakin banyak orang yang kehilangan harapan akan keadilan.
Implikasi Sosial dari Penolakan Praperadilan ini
Keputusan pengadilan ini tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga menciptakan resonansi di kalangan masyarakat luas. Banyak aktivis berpandangan bahwa situasi ini dapat menciptakan iklim ketakutan yang lebih besar bagi mereka yang ingin berbicara menentang kebijakan pemerintah.
Dalam kajian sosial, penolakan praperadilan ini menunjukkan bahwa kebebasan siber dan kebebasan berpendapat semakin terancam. Ketika suara-suara kritis ditekan, akan sulit untuk menemukan jalan kembali ke sistem demokrasi yang sehat.
Oleh karena itu, penting untuk terus mengawasi perkembangan kasus ini. Fokus tidak hanya pada individu yang terjerat hukum, tetapi juga terhadap kebutuhan untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat di Indonesia.




